Tips Kesehatan, Jakarta - Sebuah survei di Asia Pasifik mengungkap lebih dari separuh pria dan wanita mengaku kurang puas dengan kehidupan seksual mereka. Salah satu penyebabnya adalah gangguan ereksi pada pria.
Seks adalah kebutuhan biologis sekaligus hak asasi bagi setiap manusia. Kehidupan seksual yang bermutu tak sekedar kemampuan melakukan hubungan seks atau terpenuhinya kebutuhan seks, tak kalah penting adalah kepuasan seksual. Sayangnya, banyak pria dan wanita yang kesulitan menggapainya.
Sebuah penelitian bertajuk APSHOW (Asia Pacific Sexual Health and Overall Wellness) yang dilakukan pertengahan tahun lalu mendapati kenyataan bahwa 57 persen pria dan 64 persen wanita tidak merasa sangat puas dengan kehidupan seksual mereka.
Survei melibatkan 3.957 responden dari 13 negara kawasan Asia Pasifik, termasuk Indonesia yang mengirimkan data responden sebanyak 328 pria dan 250 wanita. Responden dipilih dari kelompok usia 25-74 tahun dan aktif secara seksual (setidaknya pernah berhubungan seksual dalam setahun terakhir).
Salah satu temuan kunci dari penelitian yang dilakukan Harris Interactive dengan sponsor PT Pfizer Global Pharmaceuticals itu adalah perihal gangguan ereksi pada kaum Adam. Dilaporkan bahwasanya tingkat pencapaian kepuasan yang merujuk pada tingkat kekerasan ereksi merupakan kunci untuk mencapai kepuasan dalam kehidupan seksual, cinta dan kasih sayang, kehidupan berumah tangga dan penerimaan diri sebagai pasangan. Ini berlaku untuk semua pria dan wanita.
Ketua Asosiasi Seksologi Indonesia, Prof Dr dr Wimpie Pangkahila SpAnd FAACS, mengungkapkan bahwa banyak kasus perceraian pada pasangan menikah yang berpangkal dari masalah seks yang tidak terungkap sebelumnya. Salah satu penyebab adalah disfungsi ereksi (DE), yakni ketidakmampuan pria mencapai atau mempertahankan ereksi penis yang memadai untuk melakukan hubungan seksual yang memuaskan.
"Di Indonesia, diperkirakan 15 persen-20 persen pria menikah mengalami DE, mulai derajat ringan hingga berat," ujar Wimpie dalam diskusi media yang diselenggarakan PT Pfizer Indonesia di Jakarta, baru-baru ini.
Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Bali itu menegaskan, penyebab terbanyak DE adalah masalah fisik seperti kolesterol tinggi atau mengidap penyakit terkait pembuluh darah semisal diabetes, hipertensi, dan penyakit jantung koroner.
Bobot badan berlebih alias obesitas juga dapat memengaruhi sistim hormonal dan meningkatkan risiko DE. Adapun penyebab psikis misalnya adanya hambatan komunikasi, ketidakpengertian, maupun suasana monoton yang dapat memicu kejenuhan di antara pasangan menikah.
"Apapun penyebabnya, ini bukanlah berita baik. Masalah seks juga bukan DE semata, ada juga yang bermasalah dengan gairah, bangkitan seks, serta ejakulasi dini pada pria atau ketidakmampuan mencapai orgasme pada wanita," paparnya.
Menanggapi hasil APSHOW, psikolog yang juga pemerhati masalah hubungan komunikasi pasangan Zoya Amirin M Psi mengemukakan bahwa tingkat kepuasan seksual yang menurun karena masalah disfungsi ereksi bukan masalah di tempat tidur pasangan semata.
Kepuasan seksual juga bukan merupakan masalah pria saja karena wanita juga memiliki keinginan yang sama. "Kepuasan seksual memberikan rasa penghargaan dan penerimaan atas diri, kenyamanan dan rasa saling berbagi antar pasangan. Komunikasi yang terbuka merupakan kunci yang harus dijaga bersama," saran dia. Akan tetapi, sangat disayangkan bahwasanya hanya sedikit kasus DE yang terungkap dan mendapat penanganan medis yang tepat.
"Sekitar 13 persen penderita sudah tanggap informasi dan mau mencari pengobatan yang benar, sedangkan sebagian besar lainnya menutup diri karena tidak mengerti, malu, mengganggap bukan penyakit dan juga kemungkinan karena dokter yang menangani tidak siap," beber Wimpie yang prihatin karena pria DE biasanya kehilangan rasa percaya diri dan harga diri yang berakibat terganggunya kualitas hidup.
Mengingat banyaknya pria yang melakukan self-medication untuk mengatasi gangguan seksualnya, Wimpie mengingatkan masyarakat agar berhati-hati dalam memlih produk obat erektogenik ataupun produk yang mengatasnamakan herbal. "Banyak produk viagra yang palsu. Untuk obat herbal sendiri, tidak ada satupun obat herbal yang betul-betul murni herbal, yang efektif mengatasi DE," tandasnya.
Periksa Sendiri Kualitas Ereksi
Kekerasan ereksi menjadi penting karena terkait kepuasan seksual kedua belah pihak. Penis yang keras seluruhnya dan tegang sepenuhnya atau diilustrasikan seperti buah ketimun adalah kondisi ereksi yang ideal. Hal ini pulalah yang sesungguhnya didambakan para pria yang mengalami DE, yakni penis yang sepenuhnya keras dan tegang; kekerasan ereksi yang bertahan lama; kemampuan untuk memuaskan pasangan dan diri sendiri, serta kepercayaan diri.
Erection Hardness Score (EHS) yang dikembangkan oleh Pfizer berdasarkan temuan ahli, merupakan sarana pemeriksaan mandiri untuk mengevaluasi tingkat kekerasan ereksi pribadi dan pasangan. Untuk memudahkan, digunakan ilustrasi tapai, pisang, sosis dan ketimun, yang merujuk pada skala kekerasan ereksi 1-4. Skala 1 adalah tapai yang menggambarkan kondisi di mana penis membesar tapi tidak keras. Skala 2 yang diwakili pisang berarti penis keras, tetapi tidak cukup keras untuk melakukan penetrasi.
Sementara pada skala 3, penis cukup keras untuk melakukan penetrasi tetapi tidak sangat keras (suboptimal) atau diibaratkan seperti sosis. Adapun penis keras dan tegang secara sempurna adalah kondisi ereksi optimal.
Penelitian APSHOW menunjukkan bahwa pria dengan kekerasan ereksi optimal (EHS skala 4) lebih sering melakukan hubungan seksual, dan lebih merasa puas serta memiliki pola pikir yang positif atas kehidupan dibandingkan dengan pria yang hanya mencapai EHS skala 3 atau suboptimal. [okezone]
0 comments:
Post a Comment